Larangan Berkeluh Kesah, Susah Duniawi, Dan Merendah Terhadap Orang Kaya

Sebagaimana sabda Nabi Saw. berikut ini:

مَن أَصْبَحَ وَ هُوَ يَشْكُوا ضِيْقَ المَعَاشِ فَكَأَنَّمَا يَشْكُوا رَبَّهُ وَمَنْ أَصْبَحَ لِأُمُورِ الدُّنْيَا حَزِيْنًا فَقَد أَصْبَحَ سَاخِطًا عَلَى اللّٰهِ ومَن تَوَاضَعَ لِغَنِيٍّ لِغِنَاهُ فَقَدْ ذَهَبَا ثُلُثَا دِيْنِهِ

"Barangsiapa yang di pagi hari sudah mengadukan kesulitan hidupnya (kepada orang lain), maka berarti ia telah mengeluh akan Tuhannya. Dan barangsiapa yang di pagi hari sudah merasa susah dengan urusan duniawinya, maka berarti ia telah membenci Allah pada saat itu juga. Dan barangsiapa yang merendahkan dirinya di hadapan orang kaya lantaran melihat hartanya, maka sesungguhnya telah hilang dua pertiga agamanya (dari dirinya).”

Segala pengaduan itu memang hanya layak disampaikan kepada Allah SWT. karena dengan mengeluh kepada Allah, berarti kita telah berdoa kepada-Nya. Sedang mengadu kepada sesama manusia itu menunjukkan ketidak relaannya terhadap apa yang telah ditentukan Allah. 

Sebagaimana yang telah diterangkan dalam sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud

“Bukankah aku belum mengajarkan kepada kalian kalimat yang (pernah) diucapkan oleh Nabi Musa as. ketika menyeberangi lautan bersama Bani Isra ’il?” Maka kami menjawab, "Begitulah, wahai Rasulullah. ” Beliau bersabda, “Ucapkanlah:

اللّٰهُمَّ لَكَ اْلحَمْدُ وَاِلَيْكَ الْمُشْتَكَى وَأَنْتَ الْمُسْتَعاَنُ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللّٰهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ

“Allaahumma lakal hamdu ... dst." (Wahai Tuhanku, hanya bagimu segala puji, hanya kepada-Mulah tempat mengadu. Engkaulah tempat meminta pertolongan, dan tiada daya upaya dan kekuatan melainkan hanya dengan pertolongan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung. ”

Al A’masy berkata, “Setelah aku menerima kalimat-kalimat itu dari Saqiq Al Asadi yang berkebangsaan Kufah, yang ia juga memperolehnya dari Abdullah ra. maka akupun tidak pernah meninggalkannya lagi.”

Kemudian ia berkata, “Dalam mimpiku aku melihat seseorang yang datang kepadaku, seraya berkata, “Wahai Sulaiman,, tambahlah kalimat- kalimat itu dengan bacaan :

وَنَسْتَعِيْنُكَ عَلىَ فَسَادٍ فِيْناَ وَنَسْأَلُكَ صَلاَحَ أَمْرِناَ كُلِّهِ

"... dan kami mohon pertolongan kepada-Mu atas kehancuran yang telah menimpa kami, dan kami mohon kepada-Mu kebaikan segala urusanku. ”

Dan barangsiapa yang merasa sedih lantaran memikirkan urusan-urusan duniawinya, maka berarti ia telah marah kepada Allah, karena tidak rela dengan Qadha yang telah ditentukan oleh Allah, tidak sabar terhadap ujian- Nya dan tidak beriman kepada Qadar-Nya. Karena apapun yang terjadi di dunia ini adalah berdasarkan Qadha dan Qadamya Allah.
Dan barangsiapa yang merendahkan dirinya di hadapan orang yang kaya lantaran melihat kekayaannya, maka sesungguhnya ia telah kehilangan dua pertiga agamanya.

Islam hanya membolehkan seseorang memuliakan orang lain karena kebaikan dan ilmunya (tidak karena kekayaannya). Oleh sebab itu, ba-rangsiapa yang lebih mengagungkan harta bendanya daripada yang lainnya, maka berarti ia telah meremehkan ilmu dan kebaikan. Sayyid Syaikh Abdul Qadir Al Jailani -Qaddasa Sirrahu- pernah mengatakan, “Perbuatan orang yang beriman itu harus berdasar pada tiga perkara, yaitu mengerjakan segala yang telah diperintahkan Allah, menjauhkan larangan-larangan-Nya, dan rela terhadap Qadar yang telah ditentukan baginya. Seandainya tidak dapat melaksanakan seluruhnya, paling tidak setiap orang yang beriman itu harus memiliki (dapat mengerjakan) salah satunya. Karenanya setiap orang yang beriman itu wajib memperhatikan hatinya dan seluruh anggota tubuhnya agar dapat mengerjakan ketiga perkara tersebut.”


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelindung Terhadap Lima Perkara

Cinta Akan Lima Perkara dan Melupakan Lima Lainnya

Lima Perkara yang Tidak Boleh Diremehkan