Pembungkus Agama
Diriwayatkan dari Hamid Al Laqqaf, bahwa seseorang telah meminta wasiat (petunjuk) kepada beliau, lalu ia berkata:
اِجْعَلُوْا لِدِيْنِكَ غِلاَفًا کَغِلاَفِ المُصْحَفِ
"Kamu harus menjadikan pembungkus untuk agamamu sebagaimana pembungkus Mushhaf (Al Qur’an)."
Ditanyakan pula, “Apakah pembungkus agama itu?” Jawabnya:
تَرْكُ الكَلاَمِ اِلاَّ مَا لاَ بُدَّ مِنْهُ وَتَرْكُ الدُّنْيَا اِلاَّ مَا لاَ بُدَّ مِنْهُ وَتَرْكُ مُخَالَطَةِ النَّاسِ اِلاَّ مَا لاَ بُدَّ مِنْهُ
“Yaitu tidak berbicara kecuali membicarakan masalah penting, meninggalkan dunia kecuali yang sangat dibutuhkan, serta meninggalkan pergaulan dengan sesama manusia, kecuali untuk per-gaulan yang penting.”
Syari’at itu disebut juga dengan agama yang berfungsi sebagai aturan yang harus ditaati. Dalam fungsinya yang lain syari’at juga disebut dengan Millah yang artinya sebagai kumpulan peraturan. Dan disebut juga dengan madzhab yang berfungsi sebagai dasar dan sumber pegangan hukum.
Dalam kaitannya dengan tidak berbicara, kecuali membicarakan masalah yang penting, Sulaiman atau Luqman a.s. Menyatakan:
اِذَا كَانَ الكَلاَمُ فِي الخَيْرِ كَالفِضَّةِ حُسْنًا كَانَ السُّكُوتُ عَنِ الشَّرِّ كَالذَّهَبِ فِي الخَيْرِ
“Apabila berbicara tentang kebaikan itu bagus bagaikan perak, maka diam dari pembicaraan yang jelek itu juga bagus bagaikan emas.”
Berkaitan dengan masalah meninggalkan pergaulan dengan sesama manusia, kecuali dalam pergaulan yang penting, yakni pergaulan yang memang tidak dapat ditinggalkan, karena jika ditinggalkan maka tujuan agama-nya tidak dapat tercapai.
Menurut Sayid Abdul Qadir Al Jailani, bahwa manusia itu dapat dike-lompokkan menjadi empat golongan, yaitu:
1. Manusia yang tidak mempunyai lisan dan hati, senang berbuat maksiat, menipu serta dungu. Berhati-hatilah terhadap mereka dan janganlah berkumpul dengannya, karena mereka adalah orang-orang yang mendapat siksa.
2. Manusia yang mempunyai lisan, tapi tidak mempunyai hati. Ia suka membicarakan tentang hikmah atau ilmu, tapi tidak mau mengamalkannya. Ia mengajak manusia ke jalan Allah, tapi ia sendiri justru lari dari-Nya. Jauhi mereka, agar kalian tidak terpengaruh dengan manisnya ucapannya, sehingga kalian terhindar dari panasnya kemaksiatan yang telah dilakukannya dan tidak akan terbunuh oleh kebusukan hatinya.
3. Manusia yang mempunyai hati, tapi tidak mempunyai ucapan (tidak pandai berkata). Mereka adalah orang-orang yang beriman yang sengaja ditutupi oleh Allah SWT. dari makhluk-Nya, diperlihatkan kekurangan-nya, disinari hatinya, diberitahukan kepadanya akan bahaya berkumpul dengan sesama manusia dan kehinaan ucapan mereka. Mereka adalah golongan waliyullah (kekasih Allah) yang dipelihara dalam tirai Ilahi-Nya dan memiliki segala kebaikan. Maka berkumpullah dengan dia dan layanilah kebutuhannya, niscaya kamu juga akan dicintai oleh Allah.
4. Manusia yang belajar, mengajar dan mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui Allah dan ayat-ayat-Nya. Allah memberikan ilmu-ilmu asing kepadanya dan melapangkan dadanya agar mudah dalam menerima ilmu. Maka takutlah berbuat salah padanya, menjauhi dan meninggalkan segala nasihatnya.
Kemudian Hamid Al Laqqaf menyatakan pula:
“Pangkal zuhud adalah menjauhi larangan Allah, baik yang kecil maupun yang besar, mengerjakan segala kewajiban-Nya, baik yang ringan maupun yang berat dan meninggalkan dunia yang berada di tangan pecintanya, baik sedikit maupun dalam jumlah yang banyak."
Salah satu pangkal zuhud adalah meninggalkan segala larangan Allah, baik yang kecil maupun yang besar, karena orang yang tidak wira’i tidak dapat berbuat zuhud.
Diantaranya lagi adalah mengerjakan segala yang telah diwajibkan oleh Allah, karena orang yang tidak mau bertaubat, tidak sah baginya untuk kembali pada fitrahnya. Taubat adalah mengerjakan segala hak Allah dan melakukan inabah (kembali). Inabah adalah menjauhkan diri dari segala perkara yang syubhat (sesuatu yang belum jelas halal haramnya).
Adapun pangkal zuhud yang ketiga adalah meninggalkan dunia, baik sedikit maupun banyak. Karena orang yang tidak mempunyai sifat qana'ah (merasa cukup dengan apa yang telah dikaruniakan Allah), tidak sah berbuat tawakkal dan orang yang tidak bertawakkal itu tidak sah berbuat taslim. Tawakkal adalah berserah diri dengan sepenuhnya terhadap apa yang telah ditentukan oleh Allah serta tidak mengharapkan lagi pertolongan dari manusia. Sedangkan taslim adalah taat dan tunduk terhadap segala perintah Allah serta menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak patut dikerjakan.
Komentar
Posting Komentar