Akibat Buruk yang Dialami Enam Golongan

Diriwayatkan, bahwa Alinaf bin Qais ra. berkata sebagai berikut:

لاَ رَاحَةَ لِلحَسُوْدِ وَلاَمُرُوءَةَ لِلْكَذُوبِ ولاَ حِيْلَةَ لِلْبَخِيْلِ ولاَ وَفَاءَ لِلْمُلُوكِ وَلاَ سُوْدَ لِسَيِّئِ الخُلُقِ وَلا رَادَّ لِقَضَاءِ اللّٰهِ

"Tidak ada kesengajaan jiwa bagi orang yang hasud, tidak ada harga diri bagi pendusta, tidak ada tipu muslihat bagi orang yang kikir, tiada kesetiaan bagi para raja, dan tiada kemuliaan derajat bagi orang yang rusak akhlaknya dan tiada penangkal bagi keputusan Allah SWT."

Dalam masalah hasud (iri hati), Abdul Mu’thi As Samlawi pernah menukilkan dari gurunya, Al Badr ra. sebagai berikut:

"Orang yang hasud itu akan ditimpa lima perkara, yaitu; ia akan selalu dicela orang, perasaannya selalu gelisah (tidak tenang), pintu taufiq (hidayah) tertutup baginya, bencana abadi yang tiada membawa pahala dan akan mendapatkan murka (adzab) dari Allah."

Al Mawardi juga mengatakan, "Hakikat hasud itu adalah rasa sangat pedih terhadap kebaikan yang ada pada orang yang melebihi dirinya, sedangkan munafasah adalah berusaha untuk memperoleh keberuntungan sesuai dengan perkara yang ada pada orang lain tanpa memadharatkan orang tersebut."

Kaitannya dengan hal ini, Rasulullah Saw. juga telah bersabda sebagai berikut:

المُؤْمِنُ يَغْبِطُ والمُنَافِقُ يَحْسُدُ

"Orang mukmin itu bersikap Ghibthah (persaingan), sedangkan orang munafik selalu berbuat hasud."

Sedangkan yang dimaksud dengan harga diri (muru'ah) adalah memelihara diri agar senantiasa berada pada sikap-sikap yang luhur, sehingga terpelihara dari melakukan perbuatan yang jelek dan melakukan perbuatan yang dapat dicela (oleh orang lain). Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda yang artinya sebagai berikut:

"Barangsiapa yang bergaul dengan orang lain, kemudian tidak berbuat zhalim, berkata dengan mereka tanpa berdusta, dan berjanji dengan mereka tanpa berkhianat, maka orang itu termasuk orang yang telah sempurna budi pekertinya dan tampak keadilannya serta tetap persaudaraannya."

Adapun orang yang kikir (bakhil), itu dapat dipahami dari batasan pengertian sebagai berikut, “Orang yang dermawan itu adalah orang yang bersedia menyumbangkan sesuatu yang berharga baginya, yang diperlukan pada saatnya dan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya serta diberikan kepada pihak yang berhak menerimanya. Maka orang yang sesuai dengan batasan ini disebut sebagai orang yang dermawan, yang berhak dipuji karena berbudi luhur. Sedangkan orang yang bakhil itu adalah orang yang tidak dapat mencapai norma tersebut, karenanya ia berhak dicela lantaran kekikirannya." 

Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda sebagai berikut:

"Makanan orang dermawan menjadi obat sedang makanan orang yang kikir dapat menjadi penyakit"

Sebagian sastrawan juga telah mengisyaratkan di dalam perkataannya sebagai berikut:

"Orang kikir tidak bakal punya teman akrab."

Shalih Abdul Qudus juga telah mengatakan di dalam Bahar Thawil sebagai berikut:

“Kekikiran seseorang, akan menampakkan noda di hadapan orang ramai # Hanya kemurahanlah yang dapat menutupi noda dari mereka. 

Tutuplah dengan kain kemurahan # Karena setiap noda hanya dapat ditutupi dengan kemurahan."

Tidak ada kesetiaan di hati seorang raja, karena dia tidak pernah merasa takut atau khawatir terhadap seorang rakyatpun.

Abu Nu’aim juga telah meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda sebagai berikut:

“Dua golongan dari umatku, jika mereka baik, maka baiklah seluruh umat, yaitu golongan pejabat (pemimpin) dan fuqaha (ulama)."

Riwayatnya pula dari jalan lain, bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda yang artinya sebagai berikut:

"Rakyat tidak akan binasa, meskipun berbuat zhalim dan kejahatan, apabila pemerintahnya mendapat petunjuk dan menunjukkan (pada kebenaran), akan tetapi rakyat akan menjadi binasa meskipun mendapatkan petunjuk dan ditunjukkan, apabila pemerintahnya berbuat zhalim dan kejahatan (sewenang-wenang)."

Abu Bakar pernah membacakan puisinya dalam Bahar Basith sebagai berikut:

"Jika kamu berharap manusia menjadi mulia # Maka perhatikanlah olehmu, seorang raja memakai kain orang miskin. 

Itulah perbuatan yang baik di hadapan manusia # Dan hal itu baik pula untuk dunia dan agama."

Dan orang yang jelek budi pekertinya (akhlaknya) tidak mempunyai derajat yang tinggi, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. sebagai berikut:

“Budi pekerti yang jelek itu tercela, dan yang paling buruk diantara kalian adalah orang yang paling jelek budi pekertinya." (HR. Khatib)

Askari juga telah meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda yang artinya sebagai berikut:

"Sungguh budi pekerti yang jelek, itu dapat merusak amal perbuatan, sebagaimana cuka merusak madu."

Imam Thabrani juga telah meriwayatkan sabda Nabi Muhammad Saw. yang artinya sebagai berikut:

"Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling baik budi pekertinya."

Ali bin Abi Thalib r.a. juga mengatakan di dalam sya’irnya di dalam Bahar Basith sebagai berikut:

"Sungguh budi pekerti yang mulia itu suci, yaitu: Pertama, akal. Kedua, agama. Ketiga, ilmu. Keempat, rendah hati. Kelima, dermawan. Keenam, makrifat. Ketujuh, berbuat baik. Kedelapan, sabar. Kesembilan, bersyukur. Dan yang kesepuluh, lemah lembut."

Yang dimaksud dengan akal dalam syair ini adalah sebagaimana yang dikemukakan dalam sebuah hadits, yaitu menjauhi setiap yang diharamkan oleh Allah dan mengerjakan setiap yang diwajibkan oleh-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelindung Terhadap Lima Perkara

Cinta Akan Lima Perkara dan Melupakan Lima Lainnya

Lima Perkara yang Tidak Boleh Diremehkan