Jalan Untuk Mencapai Hakekat Taqwa
Diriwayatkan dari sebagian hukama rahimakumullah sebagai berikut:
بَيْنَ يَدَيِ التَّقْوَى خَمْسُ عَقَبَاتٍ مَنْ جَاوَزَهَا نَالَ التَّقْوَى، أَوَّلُهُا اِخْتِيَارُ الشِّدَّةِ عَلَى النِّعْمَةِ، وَثَانِيْهَا اِختِيَارُ الجُهْدِ عَلَى الرَّاحَةِ، وَثَالِثُهَا اِخْتِيَارُ الذُّلِّ عَلَى العِزِّ، وَرَابِعُهَا اِخْتِيَارُ السُّكُوتِ عَلىَ الفُضُوْلِ، وَخَامِسُهَا اِخْتِيَارُ المَوْتِ عَلَى الحَيَاةِ
“Di hadapan tagwa ada lima jalan (tahapan), siapa yang berhasil melalui seluruhnya, maka ia akan memperoleh hakekat taqwa (taqwa yang sebenarnya), yaitu: Pertama, memilih kesukaran atas kenikmatan. Kedua, memilih kesungguhan atas kebebasan. Ketiga, memilih kelemahan atas keperkasaan. Keempat, memilih diam atas bicara yang tidak ada manfaatnya. Kelima, memilih maut atas kehidupan."
Di hadapan taqwa terbentang lima jalan (tahapan-tahapan), seperti jalan-jalan di atas bukit. Barangsiapa yang dapat melalui jalan-jalan tersebut, maka ia akan memperoleh hakikat dari ketaqwaan itu, yaitu dengan cara meninggalkan perbuatan yang dikehendaki nafsu dan menjauhi larangan Allah:
1. Memilih kesukaran atas kenikmatan, yaitu dengan cara memilih beban ibadah untuk meninggalkan segala sesuatu yang menyenangkan.
2. Memilih kesungguhan atas kebebasan, maksudnya kesungguhan dalam beribadah dengan cara meninggalkan kesenangan dunia.
3. Memilih kelemahan atas keperkasaan, yaitu dengan bersikap tawadhu’.
4. Memilih diam atas banyak bicara, yaitu meninggalkan ucapan-ucapan yang tidak ada manfaatnya (tidak mengandung kebaikan).
5. Memilih maut atas kehidupan. Menurut pandangan ahli Allah, bahwa yang dimaksud dengan maut disini adalah mengekang keinginan nafsu. Barangsiapa yang keinginan nafsu-nya mati, maka ia akan hidup. Dan maut itu terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
a. Kematian merah, yaitu menentang ajakan hawa nafsu.
b. Kematian putih, yaitu perut yang lapar, karena lapar itu dapat menerangi bathin dan memutihkan hati nurani. Barangsiapa yang tidak pernah kenyang, maka hiduplah kecerdasannya.
c. Kematian hijau, maksudnya adalah memakai pakaian usang penuh tambalan yang telah afkir dan tidak berharga, demi memenuhi sikap zuhud dan qana’ah.
d. Kematian hitam, maksudnya yaitu memikul penderitaan dari perbuatan orang lain yang disebut Fanaa billah (merasa lenyap dirinya, karena tenggelam kepada Allah), yaitu menyadari bahwa pada hakekatnya pen-deritaan itu adalah berasal dari Allah, karena dengan melihat lenyapnya semua perbuatan akan tenggelam dalam perbuatan yang sangat dicintainya.
Komentar
Posting Komentar