Perkara Yang Harus Tetap Dipegang Teguh
Diriwayatkan dari guru Hatim Al Asham r.a., yaitu Syaqiq Al Balkhi mengatakan sebagai berikut:
“Laksanakanlah lima perkara ini: beribadahlah kepada Allah sebanyak apa yang kamu butuhkan dari-Nya, berbuat dosalah kepada Allah sejauh kamu mampu menanggung siksa-Nya, him-punlah bekal di dunia sebanyak usiamu di dunia, dan berbuatlah demi surga, senilai kedudukan surga yang kamu kehendaki.”
عَلَيْكُمْ بِخَمْسِ خِصَالٍ فَاعْمَلُوْهَا: اُعْبُدُوا اللّٰهَ بِقَدْرِ حَاجَتِكُمْ إِلَيْهِ، وَخُذُوا مِنَ الدُّنْيَا بِقَدْرِ عُمْرِكُمْ فِيْهَا، وأَذْنِبُوْا اللّٰهَ بِقَدْرِ طَاقَتِكُمْ عَلَى عَذَابِهِ، وتَزَوَّدُوْا فِى الدُّنْيَا بِقَدْرِ مُكْثِكُمْ فِى القَبْرِ، وَاعْمَلُوْا لِلْجَنَّةِ بِقَدْرِ مَا تُرِيْدُوْنَ فِيْهَا المَقَامَ
“Laksanakanlah lima perkara ini: beribadahlah kepada Allah sebanyak apa yang kamu butuhkan dari-Nya, berbuat dosalah kepada Allah sejauh kamu mampu menanggung siksa-Nya, him-punlah bekal di dunia sebanyak usiamu di dunia, dan berbuatlah demi surga, senilai kedudukan surga yang kamu kehendaki.”
Warga penghuni surga itu bertingkat-tingkat, sesuai dengan sedikit banyaknya amal kebajikan yaang telah diperbuatnya. Bagi yang tertinggi kebajikannya, maka ia akan menempati tingkatan surga yang paling tinggi.
Dalam kesempatan lain Syaqiq Al Balkhi juga mengatakan, “Saya mencari lima hal, kemudian saya temukan pada lima perkara, yaitu saya mencari kesanggupan untuk meninggalkan dosa, lalu saya temukan pada shalat Dhuha. Saya mencari pancaran sinar dalam kubur, lalu saya temukan pada shalat malam (shalat Tahajjud). Saya mencari jawaban terhadap (pertanyaan) Munkar dan Nakir, maka saya temukan pada membaca Al Qur’an. Saya mencari kemampuan untuk melintasi titian (shirath), lalu saya temukan pada puasa dan sedekah. Dan saya mencari naungan Arsy, ternyata saya temukan dalam mengasingkan diri.”
Syaqiq Al Balkhi adalah putra seorang hartawan. Dalam suatu perjalanan niaganya ke Turki, beliau sempat singgah di suatu tempat penyembahan berhala. Disamping terdapat banyak berhala, di tempat itu juga terdapat banyak pendeta yang berkepala gundul dan tidak berjenggot. Lalu beliau berkata kepada salah seorang pelayan di tempat itu, “Engkau diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Hidup, Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. Me-nyembahlah kepada-Nya, dan jangan lagi menyembah kepada berhala-berhala yang tidak berbahaya juga tidak berguna bagimu. ” Dengan lihai pelayan itu menjawab, “Jika benar, apa yang kamu katakan itu, bahwa Tuhan Maha Kuasa memberi rizqi kepadamu di negerimu sendiri, lalu mengapa tuan bersusah payah datang kemari untuk berniaga?” Maka terketuklah hati Syaqiq yang kemudian membuatnya lebih memilih kehidupan zuhud.
Kisah lain tentang kezuhudan Syaqiq, juga telah diceritakan. Bermula ketika ia melihat seorang hamba sedang bermain-main, sementara kehidupan perekonomian sedang mengalami paceklik, yang melanda manusia secara merata. Lalu Syaqiq bertanya kepada hamba itu, “Apakah kerja anda, bukankah anda tahu orang-orang sedang mengalami paceklik?” Maka si hamba itu berkata, “Saya tidak mengalami paceklik, karena majikanku memiliki perkampungan subur yang hasilnya mencukupi kebutuhan kami.”
Disinilah Syaqiq mulai terketuk hatinya dan berkata, “Jika hamba tersebut sama sekali tidak memikirkan rizqi karena majikannya mempunyai perkam-pungan yang subur, toh, si majikan itu sendiri adalah makhluk yang melarat, maka bagaimana mungkin jika seorang muslim memikirkan rizqinya, sedang Tuhannya Maha Kaya?”
Komentar
Posting Komentar