Perkara-perkara yang Paling Dibenci Oleh Allah SWT.

Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian hukama berikut ini:

عَشْرُ خِصَالٍ يُبْغِضُهَا اللّٰهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى مِنْ عَشْرَةِ أَنْفُسٍ: البُخْلُ مِن الأَغْنِيَاءِ، وَالكِبْرُ مِنَ الفُقَرَاءِ، والطَّمَعُ مِنَ العُلَمَاءِ، وَقِلَّةُ الحَيَاءِ مِنَ النِّسَاءِ، وَحُبُّ الدُّنْيَا مِنَ الشُّيُوخِ، وَالكَسَلُ مِنَ الشُّبَّانِ، وَالجُوْرُ مِنَ السُّلْطَانِ، والجَبَنُ مِنَ الغُزَاةِ، وَالعُجْبُ مِنَ الزُّاهَّدِ، وَالرِّيَاءُ مِنَ العُبَّادِ

"Allah membenci sepuluh perkara dari sepuluh manusia, yaitu: kekikiran dari hartawan, kesombongan dari orang fakir, kerakusan dari ulama, tidak punya malu dari perempuan, cinta dunia dari orang tua, malas berbuat bagi pemuda, sikap zhalim bagi penguasa, penakut bagi pasukan perang, perasaan superior (hebat) bagi orang-orang zuhud, dan sikap riya’ bagi ahu ibadah."

Mengenai sifat kikir (bakhil), seorang bijak mengatakan, "Kikir (bakhil) dapat melebur sifat kemanusiaan dan meneguhkan adat istiadat (peradaban) kebinatangan."

Sedang mengenai kesombongan, telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda sebagai berikut:

"Jika seseorang mengatakan celakalah manusia, maka dia termasuk orang yang paling celaka."

Larangan ini ditujukan bagi orang yang berkata demikian, lantaran menyombongkan dirinya dan menganggap orang lain lebih rendah, karenanya perbuatan ini dilarang.

Adapun mengenai kerakusan bagi ulama, dapat dipahami dari kisah Nabi Musa as. dengan Nabi Khidhir as. Dengan tanpa diketahui alasannya. Nabi Khidhir mengajak Nabi Musa memugar dinding sebuah rumah yang tak berpenghuni. Sementara itu mereka berdua tengah dicekam rasa haus dan lapar. Maka spontanitas Nabi Musa as. berkata:

"…jika tuan menghendaki, maka tuan dapat memungut upah untuk pekerjaan ini ..."

Lalu Nabi Khidhir menjawab:

"Saat inilah, tiba perpisahan antara aku dan kamu"

Ketika terjadi percakapan yang mengandung unsur tamak ini, datanglah seekor kijang ditengah-tengah mereka berdua; belahan tubuh kijang yang berada di tangan Nabi Musa masih mentah, sedang belahan yang berada di tangan Nabi Khidhir telah masak.

Mengenai perasaan malu, Ad Dailami telah meriwayatkan sebuah hadits Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau bersabda sebagai berikut:

"Barangsiapa yang tidak punya malu, maka ia tidak punya agama, dan barangsiapa yang tidak punya rasa malu di dunia, maka ia tidak akan masuk surga."

Adapun kecintaan dunia dari orangtua, Abu Bakar Al Maraghi mengatakan:

"Orang yang berakal adalah orang yang selalu memikirkan urusan dunia dengan qana’ah dan menunda-nunda, sedang terhadap urusan akhirat dengan tamak dan segera, dan terhadap urusan agama dengan ilmu dan bersungguh-sungguh."

Mengenai kezhaliman seorang penguasa, Nabi Muhammad Saw. bersabda sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Hakim yang aninya sebagai berikut:

"Barangsiapa yang ridha terhadap penguasa dengan sesuatu yang dibenci oleh Allah, maka ia keluar dari agama Allah SWT."

Sedang perasaan superior (merasa hebat dari orang lain), adalah jelas dilarang agama. Bahkan Nabi Muhammad Saw. telah menegaskan di dalam beberapa sabdanya, yang diantaranya adalah sebagai berikut:

"Barangsiapa yang memuji dirinya sendiri atas amal shaleh, maka lenyaplah rasa syukurnya dan amalnya dihapus." (HR. Abu Nu’aim)

Imam Thabrani juga telah meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda yang artinya sebagai berikut:

"Tidak ada seorangpun yang memakai baju untuk kehebatan, kemudian ia dilihat orang lain kecuali Allah tidak melihatnya pada hari kiamat (nanti) sebelum ia menanggalkannya."

Ad Dailami meriwayatkan pula dari jalan lain, bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda yang artinya sebagai berikut:

"Celakalah anak Adam, mengapa ia sombong, sesungguhnya ia adalah bangkai yang baunya mengganggu orang yang melewatinya. Anak Adam diciptakan dari tanah dan ia akan kembali ke tanah."

Adapun mengenai riya’ (pamer), itu adalah berdasarkan sabda Nabi Muhammad Saw. berikut ini:

"Jauhilah, janganlah kamu sampai mencampurkan perbuatan taat kepada Allah dengan kesenangan dipuji manusia, karena akan lebur segala amal perbuatanmu." (HR. Ad Dailami)

Sedangkan pujian orang yang datang dengan sendirinya dan tanpa diharapkan, maka hal itu tidak mengapa, karena hal itu tidak termasuk riya’. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Dzar ra. ia berkata:

"Ada orang yang bertanya kepada Rasulullah Saw, "Bagaimanakah menurut tuan, seseorang yang berbuat kebajikan, kemudian ia dipuji oleh orang lain?" Maka beliau bersabda, "Itu adalah berita gembira yang disegerakan bagi orang mukmin."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Akan Lima Perkara dan Melupakan Lima Lainnya

Pelindung Terhadap Lima Perkara

Lima Perkara yang Tidak Boleh Diremehkan