Sepuluh Perkara Terdapat Dalam Sepuluh Tempat yang Lain
Diriwayatkan dari sebagian hukama yang artinya sebagai berikut:
“Saya mencari sepuluh perkara dalam sepuluh tempat, ternyata saya temukan dalam sepuluh tempat yang lain, yaitu: Saya mencari ketinggian derajat dalam sikap takabur, ternyata saya temukan dalam tawadhuk. Saya mencari kualitas ibadah tertinggi dalam shalat, ternyata saya temukan dalam wara'. Saya mencari kesenggangan hidup dalam semangat mencari harta, ternyata soya temukan dalam zuhud. Saya mencari sinar hati dalam shalat siang hari yang dilaksanakan secara terang-terangan, ternyata saya temui dalam shalat malam yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dan saya mencari penerang di hari kiamat dalam kedermawanan dan kemurahan hati, ternyata saya temukan dalam hausnya puasa. Saya mencari keselamatan melintasi titian (shirath) dalam pahala kurban, ternyata saya temukan dalam pahala sedekah. Saya mencari keselamatan dari neraka dalam pahala mencapai hal-hal yang diperbolehkan dalam agama, ternyata saya temukan dalam pahala meninggalkan keinginan duniawi. Saya mencari cinta kasih Allah dalam dunia, ternyata saya temukan dalam dzikir kepada-Nya. Saya mencari kesejahteraan dalam berbagai perkumpulan, ternyata saya temui dalam Uzlah. Saya mencari sinar hati dalam berbagai nasihat dan membaca Al Qur’an, ternyata saya temui dalam tafakur dan ratap tangis."
“Saya mencari sepuluh perkara dalam sepuluh tempat, ternyata saya temukan dalam sepuluh tempat yang lain, yaitu: Saya mencari ketinggian derajat dalam sikap takabur, ternyata saya temukan dalam tawadhuk. Saya mencari kualitas ibadah tertinggi dalam shalat, ternyata saya temukan dalam wara'. Saya mencari kesenggangan hidup dalam semangat mencari harta, ternyata soya temukan dalam zuhud. Saya mencari sinar hati dalam shalat siang hari yang dilaksanakan secara terang-terangan, ternyata saya temui dalam shalat malam yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Dan saya mencari penerang di hari kiamat dalam kedermawanan dan kemurahan hati, ternyata saya temukan dalam hausnya puasa. Saya mencari keselamatan melintasi titian (shirath) dalam pahala kurban, ternyata saya temukan dalam pahala sedekah. Saya mencari keselamatan dari neraka dalam pahala mencapai hal-hal yang diperbolehkan dalam agama, ternyata saya temukan dalam pahala meninggalkan keinginan duniawi. Saya mencari cinta kasih Allah dalam dunia, ternyata saya temukan dalam dzikir kepada-Nya. Saya mencari kesejahteraan dalam berbagai perkumpulan, ternyata saya temui dalam Uzlah. Saya mencari sinar hati dalam berbagai nasihat dan membaca Al Qur’an, ternyata saya temui dalam tafakur dan ratap tangis."
Yang dimaksud dengan takabur adalah merasa bahwa dirinya lebih tinggi daripada yang lainnya. Sedang tawadhuk menurut Al Fudhail adalah merendahkan diri di hadapan kebenaran, mentaatinya dan menerima dengan rela dari siapapun datangnya kebenaran itu.
Ibrahim bin Ad-ham berkata :
"Wara' adalah meninggalkan segala yang syubhat (tidak jelas halal haramnya) dan segala kelebihan diluar batas kelayakan."
Zuhud adalah meninggalkan dinar dan dirham, demikianlah menurut Abdul Wahid bin Zaid. Adapun tentang shalat Lail (shalat pada malam hari), Nabi Muhammad Saw. bersabda sebagai berikut:
"Yang paling dekat antara Allah dengan hamba-Nya adalah pada tengah malam, jika kamu mampu menjadi orang yang berdzikir kepada Allah pada saat itu, maka berdzikirlah." (HR. Imam Tirmidzi, Nasa’i dan Hakim)
Ibnu Nashr juga telah meriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda yang artinya sebagai berikut:
"Dua rakaat yang dilakukan oleh anak Adam pada tengah malam, itu lebih baik baginya daripada dunia seisinya. Seandainya saya tidak memberatkan terhadap umatku, maka saya perintahkan dua rakaat itu kepada mereka."
Sedang mengenai keutamaan hausnya puasa. Nabi Muhammad Saw. bersabda yang artinya sebagai berikut:
"Sesungguhnya di dalam surga ada pintu yang disebut Rayyan, yang dimasuki oleh orang yang berpuasa, pada hari kiamat tidak akan ada seorangpun yang memasukinya, kecuali mereka. Dikatakan, “Mana orang yang berpuasa?” Kemudian mereka berdiri, selain mereka tidak boleh masuk. Jika mereka telah masuk, maka pintu itu dikunci, maka tidak seorangpun yang dapat memasukinya." (HR. Imam Bukhari dan Muslim)
Riwayat keduanya pula (Imam Bukhari dan Muslim) dari Abi Sa’id ra. ia berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda sebagai berikut:
"Tidak ada seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah, melainkan Allah menjauhkan mukanya dari neraka sejauh tujuh puluh
tahun."
Adapun tentang keutamaan sedekah, Imam Asy Syuyuthi menerangkan:
"Sesungguhnya pahala sedekah itu ada lima macam, yaitu:
a. Dilipatgandakan sepuluh kali, yaitu sedekah orang yang sehat badannya.
b. Dilipatgandakan sembilan puluh, yaitu sedekah orang yang buta dan orang yang tertimpa musibah.
c. Dilipatgandakan sembilan ratus kali, yaitu sedekah kepada kerabat yang sedang membutuhkan.
d. Dilipatgandakan seratus ribu kali, yaitu sedekah kepada kedua orangtua.
e. Dilipatgandakan sembilan ratus ribu kali, yaitu sedekah kepada orang yang alim atau orang yang memahami agama."
Mengenai keutamaan meninggalkan syahwat (keinginan duniawi), Abu Sulaiman Ad Darani berkata sebagai berikut:
"Saya meninggalkan sesuap nasi pada waktu makan malam, lebih saya sukai daripada shalat sunat malam sampai akhir malam."
Dan tentang keutamaan dzikir kepada Allah, Nabi Muhammad Saw. bersabda sebagai berikut:
"Dzikir (kevada Allah) lebih baik daripada sedekah dan dzikir (kepada Allah) itu lebih baik daripada berpuasa."(HR.Abu Syaikh, dari Abu Hurairah ra.)
Maksudnya, dzikir kepada Allah seperti membaca tahlil, tasbih, dan tahmid, itu lebih baik daripada sedekah sunnah dan dzikir itu juga lebih banyak pahalanya dan lebih bermanfaat daripada berpuasa.
Adapun Uzlah (mengasingkan diri), adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Al Qusyairi berikut ini:
"Uzlah pada hakekatnya adalah menimbulkan perkara-perkara yang tercela. Maka pengaruh Uzlah adalah untuk mengubah sifat, bukan untuk menjauhkan diri dari tempat tinggal."
Abu Ali Ad Daqaq juga mengatakan yang artinya sebagai berikut: "Berpakaianlah kamu dengan pakaian yang dipakai oleh manusia, makanlah makanan yang dimakan mereka, tetapi bersendirilah dalam mengatur sikap hati."
Tafakur adalah menghayati keagungan Allah dengan segala ciptaan-Nya, menghayati keadaan dunia yang semakin rusak dan kebingungan terbesar di akhirat nanti dengan segala macam sangkut pautnya, untuk kemudian membatasi diri dan mendidiknya serta membawa pada istiqamah (hatinya menjadi tenang dan puas hanya jika menunaikan aturan-aturan agama).
Sedangkan ratap tangis diwaktu sahur, sebagian ulama berkata: "Pada suatu ketika saya melewati orang ahli ibadah yang tengah meratap tangis. Lalu saya bertanya, “Mengapa kamu menangis?"
Dia menjawab, "Aku menemukan suatu ketakutan yang ditemukan oleh orang-orang yang takut di dalam hatinya." Saya bertanya lagi, “Takut apa?” “Takut dipanggil untuk di hadapkan kepada Allah Swt", jawabnya."
Komentar
Posting Komentar